Oleh : Asilah Nurul Mukhti
Pagi itu aku berangkat menuju sekolah. Tentu saja bersama Dina sahabatku. Kami memutuskan untuk berangkat menggunakan halte bus, biar lebih nikmat perjalanannya. Cuaca di kota ini begitu sejuk, burung-burung berterbangan sambil berkicau, dedaunan jatuh tak terarah, ditambah lagi dengan angin yang menabrak halus kukitku. Tak terasa kami telah tiba di persinggahan halte depan sekolahku. SMA Tunas Jaya. Ohiya, perkenalkan namaku Alika Ramadhani, panggil saja Alika. Tahun ini aku beranjak naik ke kelas 12 SMA. Sungguh waktu yang begitu cepat bagiku. Seakan akan baru kemarin aku menginjakkan kaki di Sekolah ini. Aku dan Dina berjalan memasuki gerbang sekolah. Hari ini terlihat cukup mendung, mungkin upacara tidak akan dilaksanakan. Kini aku telah tiba di kelas XII IIS 2, masih tetap sama setiap harinya. Rusuh, berisik, dan berantakan. Ditambah dengan teman cowo dikelasku yang nakalnya naudzubillah. Apalagi geng Simalakama. Si cowo dengan 4 anggota di kelasku. Raka, Bima, Setya, dan Dito. Hadeuh, mereka berempat adalah anggota tetap ruang bk setiap harinya. Kalau bukan ganggu cewek, mungkin kelakuan lainnya bolos. Atau bahkan ngerokok dan lain lain. Dan orang yang bahkan sangat aku benci adalah Bima. Asli, orangnya bikin risih, sebel, dan masih banyak lagi. Bima yang selalu ganggu-gangguin aku kalo lagi belajar, belum lagi kalau mau presentasi, mau ke kantin, bahkan sampai pulang sekolah. Tapi gangguinnya bukan yang asli sih, mungkin cuman sekedar main main atau gemes sama aku wkkwkw. Oiya, Dito pernah ngungkapin kalo dia suka, tapi ya mana mau aku sama geng geng pemberontak seperti mereka.
Hari berganti hari, tak terasa kurang lebih 6 bulan lagi kelulusan kami. Hari ini osisku mengadakan kegiatan holiday di sebuah puncak. Tidak hanya osis yang hadir, tapi juga ada guru pembina. Kami menaiki bus untuk sampai di puncak itu. Mulai dari bernyanyi, ngemil, gibah, sampai semuanya tertidur. Akupun begitu. Tapi perasaanku aneh, yang awalnya Dina duduk disampingku, kini tegantikan oleh sosok Bima. Entah apa maksudnya. "woi, apa apaan dah, kok jadi kamu yang duduk disini?" tanyaku sedikit ngegas membuat mata Bima terbuka tipis. "wess lu mah sante aja keles, ga usah ngegas" balasnya masih dengan mata yang krnbali terpejam. "gimana ga ngegas orang kaget juga, kok tiba tiba Dina jadi kamu" batinku sedikit bersuara kemudian kembali memperbaiki posisi duduk ku agar sedikit berjarak dengan Bima. Posisiku duduk disamping jendela. Dan Bima disebelahku. Mood tidurku seakan akan hilang. Belum lagi kepala Bima yang mungkin sebentar lagi akan jatuh dipundakku. Membuatku tambah risih. Mataku mencari cari keberadaan Dina, ternyata dia duduk berasama Satya dibelakang sana. Dina tersenyum mengejek kearahku, kubalas hanya dengan tatapan sinis yang membuatnya terkekeh. Brukkkk... Kepala Bima langsung terjatuh ke pundakku. "hadeuh pala kamu berat lagii" batinku sambil mencoba memperbaiki posisi. Tak terasa bus kami telah tiba di puncak brawijaya. "woiii bangun" teriakku membuat puluhan pasang mata menatapku heran. "heheheee maap maap" balasku terkekeh sambil menyatukan telapak tangan.
Kami pun turun dari bus. Sialnya Bima terus mengekoriku, ditambah lagi Dina yang masih sibuk berbincang dengan Satya membuatku harus jalan sendirian. Totebag berisikan camilan camilan yang kubawa tiba tiba diambil oleh Bima. Risih, marah, kesal. Semua telah tercampur. " gak apa apa bima, biar aku aja yang pegang." ucapku seakan akan sabar dengan senyuman tipis terpaksa. "Lah siapa bilang gue mau bantuin lo, orang mau makan camilan nya ya AHHAHAHAH" balas Bima terkekeh mengejek yang kini posisinya telah berada di samping kiri ku. "ah tau deh lu" balasku berjalan lebih cepat didepannya sambil memainkan ponsel milikku. "jangan ngambekkk dong Alikaaaa" teriak Bima mengejek. Dina datang menghampiriku saat detik detik terakhir mencapai puncak. "udah isi baterai ga tuh?" tanyaku sinis. Dina terkekeh. "ahhaha ya iya dong. Kalau Alika gimana? " balas Dina yang masih terkekeh puas. "ih apa apaan sih." balasku. Kini rombongan osis kami telah tiba dipuncak. Pak Yanto sebagai pembina osis menyuruh seluruh peserta yang hadir untuk berbaris. Mungkin untuk memberi sapatah kata dan peraturan selama di puncak. Aku memilih berbaris di barisan terakhir, dikarenakan kakiku yang mulai tak kuasa berdiri. Kuputuskan untuk berjongkok sekejap. Bima datang dari arah depan kemudian ikut berjongkok di sampingku. Tatapanku heran tapi tak berniat bersuara. "rh siapa itu yang di belakang jongkok, ga ada solidaritas nih anak" ucap pak yanto terkekeh yang kupercaya hanya kata candaan darinya. Refleks aku langsung berdiri sambil tersenyum lebar ke arah pak Yanto. Disusul oleh Bima. "oalah jadi kalian berdua tohh. Karena kalian berdua tidak solid sama teman teman yang lain, jadi kalian berdua pergi cari ranting pohon yah anak Alika cantik dan Bima tampan" sambung pak Yanto seakan akan menjadi pemeran antagonis dengan tatapan membaranya namun akhirnya tertawa juga. Semua peserta ikut terkekeh karena ucapan pak Yanto. "ah shit" gumamku. Bima melirik kearahku dengan maksud ayo jalan. Aku jalan dahulu di depan Bima, mencari cari ranting pohon yang mudah kuraih. Satupun tak ada yang kudapat, tak seperti Bima yang ranting pohon ia dapat sudah hampir seikat. "woi, bukan ranting yang masih dipohon yang diambil, tapi ranting yang jatuh-jatuh nooh" ucap Bima sambil menunjuk ranting yang kuinjak. "Ohh" balasku kemudian mengambil ranting itu. "udah banyak kali ya. Udah mau maghrib juga yuk balik" ucap Bima yang dibalas hanya anggukan olehku. Bima yang jalan dahulu didepanku, disusul olehku. "awww" lirihku. Tanpa sengaja aku menginjak sebuah lobang yang membuat kakiku keseleo. Bima berbalik dan langsung membopongku ke dekat pohon untuk bersandar. "kaki mana kamu yang sakit? " tanya Bima serius sambil menatapku penuh tanya. "hah apa apaansih sok care" balasku terkekeh. "ih ini serius, yang namanya yang sakit? Ini? Atau ini? " tanyanya sambil menunjuk kedua kakiku. "yang ini" ucapku menunjuk kearah pergelangan kaki kananku. Bima mencoba memijit pergelangan kakiku dengan sangat pelan. "kok jadi gini sih. argh sadar alika, kamu ga boleh semudah itu buat jatuh cinta" batinku. 10 menit berlalu, "udah mendingan gak? " tanya Bima. " hah? iyaiya udah gak apaapa kok" balasku. Bima kembali menatapku intens. "lain kali lo ga bole sakit lagi" ucapnya dengan raut wajah serius yang terlalu mudah kutebak. "yuk balik" lanjutnya kemudian membopongku.
Nantikan season 2 "seperti bintang yang jatuh ke bumi"
0 komentar:
Posting Komentar