Kak Ara meninggalkanku sendirian setelah mengomel panjang lebar tentang nilaiku yang menurun drastis dan juga akhir-akhir ini aku yang kerap melewatkan Kunjungan ke psikiater. Aku hanya merasa kunjungan itu benar benar tak ada gunanya, depresi ku malah semakin parah.
Aku mengalami depresi sejak berusia 15 tahun, akibat dari tekanan orang tuaku yang memaksaku agar selalu menjadi yang terbaik dan memaksakan kehendaknya. Ayah dan ibu jarang sekali berada di rumah, mereka berpikir jika hidup berkecukupan aku dan kak Ara akan bahagia, kenyataannya tidak. Bekerja bekerja dan terus bekerja, sekalinya berada di rumah mereka hanya akan menyalahkanku karena tak sepintar Kak Ara. Seandainya ada pilihan aku pasti memilih menjadi anak yang terlahir pintar agar dapat memenuhi ekspektasi mereka, tetapi sekuat apapun aku mencoba tetap tidak bisa.
Pertanyaan tentang untuk apa melanjutkan hidup terus berputar di kepalaku, ini benar benar memuakkan. Aku akhirnya menelan belasan obat anti-depresan hingga overdosis. Terdengar sayup sayup teriak Kak Ara sebelum semuanya benar benar gelap. Semuanya selesai.
0 komentar:
Posting Komentar