Senyuman yang jujur terlihat dari teriknya matahari sore. Topi kusut di kepalanya. Topi itu selalu sama setiap hari dengan rambut yang hampir semuanya berubah putih. Pakaian mabuk, kerutan dalam di wajah, dan sepatu putih tanpa punggung yang diikat di kaki dengan tali merah tua di antara jempol kaki dan kedua jari kaki. Aku tidak tau mengapa setiap kali melihatnya, aku merasa takjub. Jujur, saat kemalasan mengambil alih tubuh lemah saya, saya mulai datang ke sini, sebuah minimarket di persimpangan jalan, dan kemudian saya melihatnya secara diam-diam tanpa dia sadari. Ya Tuhan, tolong beri aku semangat kecilnya, membuatku merasa malu, dan jika perlu membuatku merasa sangat sangat malu ketika kata-kata: bosan, lelah, malas, bahkan rasa moodku tiba-tiba muncul.
“Tidak ada uang Nona, kamu bisa transfer, tapi kamu tidak bisa menarik uang di Anjungan Tunai Mandiri (ATM)”, seorang lelaki tua mengingatkan saya.
“Oh benarkah, Tuan? Terima kasih sebelumnya, ”kataku sambil memberinya dua ribu rupiah sebagai biaya parkir,“ wah .. ini untukmu pak. ”
“Oh, Anda tidak perlu melakukannya, Nona. Anda bahkan tidak masuk ke dalam, bukan?”
Aku tersenyum sendiri memikirkan apa yang terjadi tiga hari yang lalu ketika uang yang ditolak oleh seorang lelaki tua yang akrab denganku.Tapi hari ini kosong, orang tua itu tidak ada di sini. Mataku menyapu ke segala arah, tetapi aku tidak dapat menemukan wajah tersenyumnya. Akupun menanyakan kepada karyawan minimarket tentang lelaki tua yang bekerja sebagai tukang parkir. Tak ku sangka, ternyata dia sudah pergi. Kemana dia? Entah dia mau mengambil uangku atau tidak, dan akhirnya memutuskan untuk meletakkan dua ribu rupiah di atas kursi kecil, tempat lelaki tua itu biasa duduk. Semuanya penuh dengan tanda tanya ? Bagaikan teka teki yang tak terpecahkan.
0 komentar:
Posting Komentar