oleh : Asilah Nurul Mukhti
Katanya cinta datang karena terbiasa? but why, ini udah berbulan bulan sejak kita nikah dan dia tak pernah sedkitpun mencoba masakanku, menyentuhnya pun tak pernah. apa aku harus lebih berjuang lagi? tapi apa, aku sudah berjuang tapi dia tak kunjung luluh. dan sampai kapan aku terus begini. "Fani, aku pergi kerja dulu" sahut seseorang yang membuyarkan lamunanku. "oo-oh iya mas. aku beranjak dari tempat dudukku sembari menyaliminya. sejenak aku menatap belakang tubuhnya yang sedikit demi sedikit menjaduh dari hadapanku. "kapan kamu bisa buka hati buat aku sih mas?" dengan sigap aku menatap langit indah berawan ketika kurasakan setitik air jatuh dari mataku. pingg...pingg...ping.. sebuah pesan masuk. pesan dari Nadin, sahabatku. aku segera membukanya dan betapa terkejutnya aku dengan apa yang ia kirimkan. suamiku tengah jalan bergandengan dengan wanita lain di sebuah mall dengan sangat mesra. rasa sakit itu seketika menyeruak menembus celah hati.
air mataku turun tanpa perintah. apa yang harus kulakukan sekarang? tidakkah dia sadar sudah memiliki istri? tidakkah dia memikirkan perasaanku? arghhh, sadarlah Fani, ayo lepas dia. raih kebahagiaanmu sendiri. tapi bagaimana jika kebahagiaanku adalah dia? kutatap foto pernikahan kita yang terpajang indah didinding. 10 bulan yang lalu kamu berpura-pura bahagia dihadapan semua tamu undanga. mengapa juga dulu kau menerima ucapan orangtuamu untuk menikahiku? bukannya lebih baik kau menolaknya? jangan mmbuatku berharap lebih. dan sekara tolong bilang kepadaku apa yang harus kulakukan. ini konsekuensimu karena telah menikahiku. kemudian, aku bersiap-siap untuk menemuinya di kantor. meminta kejelasan akan semua ini.kukendarai mobilku dengan hati-hati, semarah apapun aku, tidak sampai hati aku akan menyakiti buah hatiku dengan dirinya. kini aku sudah tiba didepan ruangannya. tok tok "masuk" sahutnya dari dalam. pandanganku langsung mengarah ke mata hazelnut miliknya. "Fani ada apa? sapanya sambil tersenyum. aku tau itu senyum palsu. aku mendekatinya, "mas aku mau ngomong sesuatu sama kamu" ucapku tertunduk. "kamu habis nangis yah?" ucapnya sembari menatap wajahku yang masih sembab.
ia beranjak mendekatiku, mengusap mataku yang kian memerah. Ya Tuhan, aku mohon kuatkan hatiku. "kamu kenapa? apa yang membuatmu menangis?"tanyanya lembut seakan tak berdosa. ia memelukku dan membelai lembut rambutku, "ssttt, jangan nangis. nanti kamu cerita yah" ayo Fani, hapus air matamu dan segeralah bicara. aku melepaskan pelukannya "mas ayo bercerai" ucapku kemudian ingin meninggalkan kantornya. tiba-tiba tangannya menarikku kehadapannya "a-apa? kamu kenapa sih" dia tampak terkejut. "aku tau kamu pasti menginginkan ini kan"balasku yang masih mencoba menguatkan diriku agar tak meneteskan air mata lagi. "ehh kamu kan lagi hamil, udah pulang istirahat." balasnya. "aku serius" ucapku menatapnya intens."t-tapi agama tak membolehkannya Fani." ucapnya berjalan ke arahku. "maka aku akan pergi. kita bertemu di pengadilan 9 bulan lagi." ucapku. dia melamun sejenak."lalu bagaimana dengan orangtua ku? "sahutnya. "kamu hanya memikirkan orangtuamu, tanpa tau bagaimana yang aku rasakan sekarang. aku butuh bahagia masi! tidakkah kamu tau mas, aku selalu menangis di sepertiga malamku? mengadukan semua keluh kesahku kepada Tuhan. menanyakan appa yang harus kulakukan setiap kali berhadapan denganmu."ucapku berlinang air mata. Tes, air mata jatuh dikedua matanya. mengapa ia menangis? bukankah ini yang ia inginkan?
0 komentar:
Posting Komentar